Bhagawad Gita bab 18 | Kebebasan Mutlak: Mengakhiri Perpisahan Menuju Pertemuan Agung
Gita Bab 18: Moksa Samnyasa Yoga, Kesempurnaan pelepasan ikatan, merupakan kesimpulan dari semua ajaran yang menjadi inti tujuan agama yang tertinggi. Dalam bab ini Krishna menjelaskan arti dari pelepasan ikatan dan efek dari sifat-sifat alam terhadap kesadaran dan kegiatan manusia. Krishna menjelaskan keinsafan Brahman, kemuliaan
Bhagawadgita, dan kesimpulan Bhagavad-gita; jalan kerohanian tertinggi berarti menyerahkan diri sepenuhnya tanpa syarat dalam cinta-bhakti kepada Tuhan. Jalan ini membebaskan seseorang dari segala dosa, membawa dirinya sampai pembebasan sepenuhnya dari kebodohan dan memungkinkan ia kembali ke tempat tinggal Jiwa Agung yang kekal.
18:1
arjuna uvāca
saṁnyāsasya mahā-bāho tattvam icchāmi veditum
tyāgasya ca hṛṣīkeśa pṛthak keśī-niṣūdana
Arjuna bertanya:
”Wahai Kṛṣṇa, aku ingin tahu kebenaran tentang saṁnyās, dan tyāga; dan perbedaan di antaranya.”
18:2
śrī-bhagavān uvāca
kāmyānāṁ karmaṇāṁ nyāsaṁ saṁnyāsaṁ kavayo viduḥ
sarva-karma-phala-tyāgaṁ prāhus tyāgaṁ vicakṣaṇāḥ
Śrī Bhagavān (Kṛṣṇa Hyang Maha Berkah) bersabda:
“Para Resi menjelaskan saṁnyās sebagai pelepasan diri dari segala perbuatan yang termotivasi oleh keinginan untuk meraih imbalan, memperoleh sesuatu; dan, tyāga, sebagaimana dijelaskan oleh para bijak, adalah menyerahkan, melepaskan segala pahala, seluruh hasil dari setiap perbuatan.”
18:3
tyājyaṁ doṣa-vad ity eke karma prāhur manīṣiṇaḥ
yajña-dāna-tapaḥ-karma na tyājyam iti cāpare
“Sebagian bijak mengatakan bahwa tiada satu pun perbuatan yang sempurna, ada saja titik-titik ketidaksempurnaan (noda kejahatan dan dosa-kekhilafan) di balik setiap perbuatan. Oleh karenanya, pelepasan sempurna adalah bebas dari segala perbuatan. Namun, ada juga yang menyatakan bahwa persembahan, berderma, dan laku spiritual tidak mesti dilepaskan.”
18:4
niścayaṁ śṛṇu me tatra tyāge bharata-sattama
tyāgo hi puruṣa-vyāghra tri-vidhaḥ samprakīrtitaḥ
“Wahai Arjuna, sekarang dengarlah terlebih dahulu pendapat-Ku tentang saṁnyās dan tyāga; Arjuna, adalah 3 macam pelepasan, Sāttvika, Rājasika, dan Tāmasika.”
18:5
yajña-dāna-tapaḥ-karma na tyājyaṁ kāryam eva tat
yajño dānaṁ tapaś caiva pāvanāni manīṣiṇām
“Perbuatan seperti yajña, persembahan; dāna, berderma; tapas, tapa-brata atau laku spiritual – adalah lazim untuk dilakukan (tidak dilepaskan). Karena, semua itu menyucikan diri para pelakunya yang bijak.”
18:6
etāny api tu karmāṇi saṅgaṁ tyaktvā phalāni ca
kartavyānīti me pārtha niścitaṁ matam uttamam
“Sebab itu, persembahan, berderma, tapa-brata dan kewajiban-kewajiban lain mesti dilaksanakan tanpa keterikatan dan harapan untuk meraih suatu hasil; demikian keyakinan Ku, wahai Arjuna.”
18:7
niyatasya tu saṁnyāsaḥ karmaṇo nopapadyate
mohāt tasya parityāgas tāmasaḥ parikīrtitaḥ
“Kewajiban bukanlah untuk diabaikan. Mengabaikannya karena kebingungan yang disebabkan oleh keterikatan ilusif, adalah pelepasan bodoh dan bersifat Tāmasika.”
18:8
duḥkham ity eva yat karma kāya-kleśa-bhayāt tyajet
sa kṛtvā rājasaṁ tyāgaṁ naiva tyāga-phalaṁ labhet
“Melepaskan suatu pekerjaan karena dianggapnya sulit; melelahkan fisik atau membebani mental dan emosional, maka pelepasan seperti itu bersifat Rājasika dan tidak berguna.”
18:9
kāryam ity eva yat karma niyataṁ kriyate’rjuna
saṅgaṁ tyaktvā phalaṁ caiva sa tyāgaḥ sāttviko mataḥ
“Karya luhur yang dilaksanakan demi keluhuran karya itu sendiri; dengan melepaskan keterikatan pada hasilnya, disebut pelepasan atau Tyāga bersifat Sāttvika.”
18:10
na dveṣṭy akuśalaṁ karma kuśale nānuṣajjate
tyāgī sattva-samāviṣṭo medhāvī chinna-saṁśayaḥ
“Ia yang tidak membenci pekerjaan yang tidak menyenangkan; dan, tidak terikat dengan yang menyenangkan, sungguh telah bebas dari segala keraguan. Ialah seorang bijak yang betul-betul melakoni pelepasan diri.”
18:11
na hi deha-bhṛtā śakyaṁ tyaktuṁ karmāṇy aśeṣataḥ
yas tu karma-phala-tyāgī sa tyāgīty abhidhīyate
“Selama masih memiliki badan, seseorang tidak bisa lepas dari karma atau perbuatan; seorang Tyāgī atau Pelepas Sejati melepaskan segala harapan dari hasil perbuatannya.”
18:12
aniṣṭam iṣṭaṁ miśraṁ ca tri-vidhaṁ karmaṇaḥ phalam
bhavaty atyāgināṁ pretya na tu saṁnyāsināṁ kvacit
“Bagi mereka yang masih terikat (dengan hasil), adalah tiga macam hasil perbuatan yang diperolehnya setelah kematian, yakni; yang menyenangkan, yang tidak menyenangkan, dan gabungan dari keduanya (antara yang menyenangkan dan tidak menyenangkan). Namun, bagi seorang saṁnyāsī (yang tidak terikat dengan hasil perbuatannya), yang demikian itu tidak ada.”
18:13
pañcaitāni mahā-bāho kāraṇāni nibodha me
sāṁkhye kṛtānte proktāni siddhaye sarva-karmaṇām
“Wahai Arjuna, dengarlah dari-Ku, 5 faktor penyebab karma atau perbuatan, sebagaimana dijelaskan dalam ajaran Sāṁkhya.”
18:14
adhiṣṭhānaṁ tathā kartā karaṇaṁ ca pṛthag-vidham
vividhāś ca pṛthak ceṣṭā daivaṁ caivātra pañcamam
“Berikut ini adalah 5 faktor atau unsur tersebut: Tempat Hunian Jiwa atau Badan; Penyebab segala Perbuatan atau Gugusan Pikiran serta Perasaan; Pancaindra (Mata, Telinga, Hidung, Mulut, dan Kulit); Pancaindra Persepsi (Penglihatan, Pendengaran, Penciuman, Pencecapan, dan Perabaan); dan, yang kelima adalah Takdir, atau Hasil dari Karma yang Terakumulasi.”
18:15
śarīra-vāṅ-manobhir yat karma prārabhate naraḥ
nyāyyaṁ vā viparītaṁ vā pañcaite tasya hetavaḥ
“Kelima faktor inilah yang menyebabkan segala macam perbuatan, menggerakkan gugusan pikiran serta perasaan, termasuk pengucapan; baik yang tepat, maupun yang tidak tepat.”
18:16
tatraivaṁ sati kartāram ātmānaṁ kevalaṁ tu yaḥ
paśyaty akṛta-buddhitvān na sa paśyati durmatiḥ
“Mereka yang tidak memahami hal ini (tentang lima unsur penyebab karma); menganggap Jiwa sebagai pelaku. Pandangan mereka tidak tepat, karena pemahaman yang tidak tepat pula.”
18:17
yasya nāhaṁkṛto bhāvo buddhir yasya na lipyate
hatvāpi sa imāl lokān na hanti na nibadhyate
“Ia yang pikirannya telah terbebaskan dari anggapan keliru bila dirinya adalah pelaku; dan, inteligensianya tidak tercemar oleh kebendaan – sesungguhnya tidak membunuh ketika membinasakan orang-orang ini (yang bertindak tidak selaras dengan hukum-hukum alam); pun tiada (akibat karma) yang mengikat dirinya.”
18:18
jñānaṁ jñeyaṁ parijñātā tri-vidhā karma-codanā
karaṇaṁ karma karteti tri-vidhaḥ karma-saṁgrahaḥ
“Adalah Tiga hal yang memicu terjadinya suatu karma atau perbuatan yaitu; Pengetahuan, Tujuan Mengetahui, dan Ia yang (ingin) Tahu. Pun demikian, adalah Tiga hal yang melandasi setiap karma atau perbuatan; Alat atau Anggota Badan yang bertindak, Tindakan itu sendiri, dan Yang Menyebabkan Terjadinya Tindakan atau Pelaku.”
18:19
jñānaṁ karma ca kartā ca tridhaiva guṇa-bhedataḥ
procyate guṇa-saṅkhyāne yathāvac chṛṇu tāny api
“Ajaran Sāṁkhya tentang guṇa atau sifat-sifat alami, menjelaskan adanya pembagian Pengetahuan, Perbuatan, dan Pelaku dalam 3 kelompok berdasarkan sifat yang lebih dominan. Dengarlah hal ini…”
18:20
sarva-bhūteṣu yenaikaṁ bhāvam avyayam īkṣate
avibhaktaṁ vibhakteṣu taj jñānaṁ viddhi sāttvikam
“Pengetahuan yang membuat seseorang melihat Sang Jiwa Agung yang Tak Termusnahkan dan Tak Terbagi dalam diri setiap makhluk tanpa kecuali – adalah Pengetahuan Sāttvika.”
18:21
pṛthaktvena tu yaj jñānaṁ nānā-bhāvān pṛthag-vidhān
vetti sarveṣu bhūteṣu taj jñānaṁ viddhi rājasam
“Pengetahuan yang membuat seseorang melihat perpisahan antara satu makhluk dengan yang lain; seolah setiap makhluk berada sendiri-sendiri – adalah Pengetahuan Rājasika.”
18:22
yat tu kṛtsna-vad ekasmin kārye saktam ahaitukam
atattvārtha-vad alpaṁ ca tat tāmasam udāhṛtam
“Pengetahuan yang mengelu-elukan sesuatu tanpa pertimbangan yang masuk akal; menganggapnya sebagai pengetahuan yang paling benar, dan menciptakan keterikatan padanya, adalah Pengetahuan Picik, dan disebut Tāmasika.”
18:23
niyataṁ saṅga-rahitam arāga-dveṣataḥ kṛtam
aphala-prepsunā karma yat tat sāttvikam ucyate
“Suatu perbuatan yang selaras dengan nilai-nilai luhur; dan dilakukan tanpa keangkuhan, tanpa ke-“aku”-an; tanpa mengharapkan imbalan; tanpa keberpihakan, dan tanpa pilih kasih – adalah Perbuatan Sāttvika.”
18:24
yat tu kāmepsunā karma sāhaṅkāreṇa vā punaḥ
kriyate bahulāyāsaṁ tad rājasam udāhṛtam
“Sementara itu, perbuatan yang dilakukan dengan memaksa diri demi kenikmatan indra, dan untuk kepuasan ego semata – adalah Perbuatan Rājasika.”
18:25
anubandhaṁ kṣayaṁ hiṁsām anapekṣya ca pauruṣam
mohād ārabhyate karma yat tat tāmasam ucyate
“Perbuatan yang dilandasi kebodohan, tanpa memikirkan dampaknya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain – menyakiti diri dan orang lain; merugikan perkembangan Jiwa; dan, mengikatnya dengan dunia benda adalah Perbuatan Tāmasika.”
18:26
mukta-saṅgo’nahaṁ-vādī dhṛty-utsāha-samanvitaḥ
siddhy-asiddhyor nirvikāraḥ kartā sāttvika ucyate
“Seorang Pelaku yang bebas dari keterikatan (pada hasil perbuatannya); tanpa ego; teguh dan penuh semangat (untuk berkarya), pun tidak terganggu oleh keberhasilan maupun kegagalan, disebut Sāttvika.”
18:27
rāgī karma-phala-prepsur lubdho hiṁsātmako’śuciḥ
harṣa-śokānvitaḥ kartā rājasaḥ parikīrtitaḥ
“Seorang Pelaku yang penuh keterikatan; senantiasa mengharapkan hasil dari perbuatannya; serakah; bersifat memaksa atau agresif; dan terpengaruh oleh suka dan duka, disebut Rājasika.”
18:28
ayuktaḥ prākṛtaḥ stabdhaḥ śaṭho naiṣkṛtiko’lasaḥ
viṣādī dīrgha-sūtrī ca kartā tāmasa ucyate
“Sementara itu, seorang Pelaku Tāmasika adalah tanpa pengendalian diri; tidak beradab; alot, kaku, keras; sombong; tidak jujur; berhati jahat; malas dan tebal-muka; pengecut, mudah putus asa, dan sering menunda pekerjaan.”
18:29
buddher bhedaṁ dhṛteś caiva guṇatas tri-vidhaṁ śṛṇu
procyamānam aśeṣeṇa pṛthaktvena dhanañjaya
“Wahai Arjuna, sekarang dengarkan pembagian Inteligensia atau Buddhi dan keteguhan hati berdasarkan masing-masing guṇa atau sifat.”
18:30
pravṛttiṁ ca nivṛttiṁ ca kāryākārye bhayābhaye
bandhaṁ mokṣaṁ ca yā vetti buddhiḥ sā pārtha sāttviki
“Arjuna, Inteligensia yang secara tepat dapat menentukan saat untuk bertindak dan saat untuk tidak bertindak; apa yang mesti diperbuat, dan apa yang tidak; apa yang mesti ditakuti dan dihindari, dan apa yang tidak; apa yang mengikat dan apa yang membebaskan diri, adalah Inteligensia yang disebut Sāttvika.”
18:31
yayā dharmam adharmaṁ ca kāryaṁ cākāryam eva ca
ayathāvat prajānāti buddhiḥ sā pārtha rājasī
“Inteligensia yang tidak mampu membedakan antara Dharma (kebajikan) dan adharma (kebatilan); apa yang mesti dilakukan, dan apa yang mesti dihindari – adalah bersifat Rājasika.”
18:32
adharmaṁ dharmam iti yā manyate tamasāvṛtā
sarvārthān viparītāṁś ca buddhiḥ sā pārtha tāmasī
“Wahai Arjuna, Inteligensia yang melihat adharma (kebatilan) sebagai dharma (kebajikan); dan, dalam segala hal, melihat kebalikan dari apa adanya; demikian, inteligensia yang tetutup oleh awan kebodohan seperti itu bersifat Tāmasika.”
18:33
dhṛtyā yayā dhārayate manaḥ-prāṇendriya-kriyāḥ
yogenāvyabhicāriṇyā dhṛtiḥ sā pārtha sāttviki
“Arjuna, Keteguhan atau Ketetapan Hati untuk mengendalikan gugusan pikiran serta perasaan (mind); prāṇa atau energi kehidupan dan indra dengan Yoga, adalah Keteguhan Hati bersifat Sāttvika.”
18:34
yayā tu dharma-kāmārthān dhṛtyā dhārayate’rjuna
prasaṅgena phalākāṅkṣī dhṛtiḥ sā pārtha rājasī
“Wahai Arjuna, Keteguhan Hati, yang membuat seseorang berkarya dengan penuh pamrih untuk ketenaran, harta dan berbagai kenikmatan dunia lainnya – adalah Keteguhan Hati yang bersifat Rājasika.”
18:35
yayā svapnaṁ bhayaṁ śokaṁ viṣādaṁ madam eva ca
na vimuñcati durmedhā dhṛtiḥ sā pārtha tāmasī
“Arjuna, Keteguhan Hati Tāmasika yang bodoh, membuat seorang bermalas-malasan, takut, gelisah, murung, dan sia-sia.”
18:36
sukhaṁ tv idānīṁ tri-vidhaṁ śṛṇu me bharatarṣabha
abhyāsād ramate yatra duḥkhāntaṁ ca nigacchhati
“Arjuna, dengarlah tentang 3 macam ‘Suka’ atau Kebahagiaan, Suka yang jika diraih, mengakhiri segala duka.”
18:37
yat tad agre viṣam iva pariṇāme’mṛtopamam
tat sukhaṁ sāttvikaṁ proktam ātma-buddhi-prasāda-jam
“‘Suka’ atau Kebahagiaan yang awalnya terasa seperti racun, tapi akhirnya seperti Amṛta – Ambrosia Kehidupan Abadi; itulah Kebahagiaan atau ‘Suka’ Sāttvika yang merupakan hasil dari pikiran yang tenang, terkendali; dan pemahaman tentang kesejatian diri.”
18:38
viṣayendriya-saṁyogād yat tad agre’mṛtopamam
pariṇāme viṣam iva tat sukhaṁ rājasaṁ smṛtam
“Kebahagiaan atau ‘Suka’ yang diperoleh dari interaksi indra dengan pemicu-pemicu di luar, awalnya terasa sebagai Amṛta, Ambrosia Kehidupan Abadi – namun, akhirnya terbukti bisa atau racun, adalah Kebahagiaan atau ‘Suka’ Rājasika.”
18:39
yad agre cānubandhe ca sukhaṁ mohanam ātmanaḥ
nidrālasya-pramādotthaṁ tat tāmasam udāhṛtam
“Kebahagiaan atau ‘Suka’ yang sejak awal hingga akhir menjauhkan Jiwa dari kesejatian dirinya; diperoleh dari tidur, bermalas-malasan, dan kecuekan egois –adalah Kebahagiaan atau ‘Suka’ Tāmasika.”
18:40
na tad asti pṛthivyāṁ vā divi deveṣu vā punaḥ
sattvaṁ prakṛti-jair muktaṁ yad ebhiḥ syāt tribhir guṇaiḥ
“Tak seorang pun di dunia, bahkan di alam para dewa atau malaikat, yang bebas dari pengaruh ketiga sifat yang berasal dari Prakṛti atau Alam Benda ini.”
18:41
brāhmaṇa-kṣatriya-viśāṁ śūdraṇāṁ ca parantapa
karmāṇi pravibhaktāni svabhāva-prabhavair guṇaiḥ
“Wahai Arjuna, para brāhmaṇa – cendekiawan, pendidik, pendeta, dan lain sebagainya; para kṣatriya – pengabdi, pembela negara dan bangsa; vaiśya – para pengusaha; dan śūdra – para pekerja, buruh, semuanya berkarya sesuai dengan kewajiban dan mengikuti sifat dasar mereka.”
18:42
śamo damas tapaḥ śaucaṁ kṣāntir ārjavam eva ca
jñānaṁ vijñānam āstikyaṁ brahma-karma svabhāva-jam
“Ketenangan, pengendalian pikiran dan indra; kesiapsediaan untuk memikul segala kesulitan demi sesuatu yang mulia; kesucian dan kemampuan untuk memaafkan dengan mudah; jujur, berpengetahuan, dan bijaksana; serta berkeyakinan pada Hyang Maha Kuasa – semuanya itu adalah Sifat dan Kewajiban seorang Brāhmaṇa.”
18:43
śauryaṁ tejo dhṛtir dākṣyaṁ yuddhe cāpy apalāyanam
dānam īśvara-bhāvaś ca kṣātraṁ karma svabhāva-jam
“Keberanian, kesaktian, keteguhan, kecekatan; tidak melarikan diri, dan penuh semangat di tengah medan perang, atau saat menghadapi tantangan lain; dermawan dan berwibawa – inilah Sifat dan Kewajiban seorang Kṣatriya atau Kesatria.”
18:44
kṛṣi-go-rakṣya-vāṇijyaṁ vaiśya-karma svabhāva-jam
paricaryātmakaṁ karma śūdrasyāpi svabhāva-jam
“Bertani, berternak (memelihara sapi perah); dan berusaha dengan jujur – semua ini adalah Sifat dan Kewajiban Vaiśya atau Usahawan. Terakhir, bekerja (sesuai dengan kemahirannya) adalah Sifat dan Kewajiban para Śūdra atau Pekerja.”
18:45
sve sve karmaṇy abhirataḥ saṁsiddhiṁ labhate naraḥ
sva-karma-nirataḥ siddhiṁ yathā vindati tac chṛṇu
“Berkarya sepenuh hati, sesuai dengan kewajiban, dan sifat alami atau potensi dirinya, seseorang mencapai kesempurnaan. Sekarang, dengarlah tentang cara penunaian kewajiban untuk meraih kesempurnaan tertinggi tersebut.”
18:46
yataḥ pravṛttir bhūtānāṁ yena sarvam idaṁ tatam
sva-karmaṇā tam abhyarcya siddhiṁ vindati mānavaḥ
“Kesempurnaan Tertinggi tercapai oleh seseorang yang menunaikan kewajibannya sesuai dengan sifat alami atau potensi dirinya, dengan semangat berbakti pada Dia Hyang adalah Asal-Usul semua makhluk, dan Meliputi alam semesta.”
18:47
śreyān sva-dharmo viguṇaḥ para-dharmāt sv-anuṣṭhitāt
svabhāva-niyataṁ karma kurvan nāpnoti kilbiṣam
“Berkarya sesuai sifat alami atau potensi diri, walau terasa tidak sempurna – sesungguhnya lebih baik dan mulia dari pekerjaan yang tidak sesuai dengan sifat alami dan potensi diri, walau tampak sempurna.”
18:48
saha-jaṁ karma kaunteya sa-doṣam api na tyajet
sarvārambhā hi doṣeṇa dhūmenāgnir ivāvṛtāḥ
“Oleh karena itu, wahai Arjuna, janganlah berpaling dari kewajibanmu (sesuai dengan sifat alami dan potensi dirimu), hanya karena takut melakukan kesalahan. Sebab, kesalahan bisa terjadi dalam setiap usaha, sebagaimana api tak terpisahkan dari asap.”
18:49
asakta-buddhiḥ sarvatra jitātmā vigata-spṛhaḥ
naiṣkarmya-siddhiṁ paramāṁ saṁnyāsenādhigacchati
“Seorang bijak yang tidak terikat pada sesuatu; dirinya terkendali; dan tidak lagi mengejar kenikmatan indra – meraih Kebebasan Sempurna dari segala (konsekuensi) perbuatannya, lewat Saṁnyās atau Pelepasan Diri (dari keterikatan pada hasil).”
18:50
siddhiṁ prāpto yathā brahma tathāpnoti nibodha me
samāsenaiva kaunteya niṣṭhā jñānasya yā parā
“Sekarang Arjuna, ketahuilah secara singkat bagaimana seseorang yang telah meraih Kesempurnaan Diri, sekaligus mencapai Brahman, Kesadaran Jiwa yang Tertinggi; yang juga adalah Pengetahuan Tertinggi atau Pengetahuan Sejati.”
18:51
buddhyā viśuddhayā yukto dhṛtyātmānaṁ niyamya ca
śabdādīn viṣayāṁs tyaktvā rāga-dveṣau vyudasya ca
“Dengan bekal kesucian budi (berpandangan jernih); teguh dalam Kesadaran Jiwa; dirinya terkendali; tak terpengaruh oleh apa yang dikatakan orang (pendapat-pendapat yang tidak menunjang Kesadaran Jiwa); bebas dari keterikatan pada dunia benda, dan dualitas suka/tak-suka.”
18:52
vivikta-sevī laghv-āśī yata-vāk-kāya-mānasaḥ
dhyāna-yoga-paro nityaṁ vairāgyaṁ samupāśritaḥ
“Ia senantiasa menarik diri ke tempat yang sepi; makan secukupnya; mengupayakan pengendalian badan, indra, ucapan serta pikiran; memusatkan seluruh kesadarannya pada diri yang sejati (melakoni Meditasi atau Dhyāna Yoga); dan berlindung pada Vairāgya, melepaskan segala keterikatan duniawi.”
18:53
ahaṁkāraṁ balaṁ darpaṁ kāmaṁ krodhaṁ parigraham
vimucya nirmamaḥ śānto brahma-bhūyāya kalpate
“Ia yang telah bebas dari ke-‘aku’-an atau ego, keangkuhan karena kekuatan, kedudukan, kekuasaan, dan sebagainya; nafsu; amarah; dan keterikatan pada harta-benda – meraih kedamaian dan kelayakan untuk mencapai Brahman, Kesadaran Tertinggi.”
18:54
brahma-bhūtaḥ prasannātmā na śocati na kāṅkṣati
samaḥ sarveṣu bhūteṣu mad-bhaktiṁ labhate parām
“Berada dalam Kesadaran Brahman, seseorang senantiasa ceria, tidak lagi berduka dan tidak mengejar sesuatu. Ia bersikap sama terhadap semua makhluk. Demikian, sesungguhnya ia telah ber-bhakti pada-Ku.”
18:55
bhaktyā mām abhijānāti yāvān yaś cāsmi tattvataḥ
tato māṁ tattvato jñātvā viśate tad-anantaram
“Dengan semangat bhakti atau panembahannya itu, ia mengetahui Hakikat Diri-Ku, bagaimana dan seperti apakah Sang Jiwa Agung. Kemudian, Pengetahuan Sejati itu pula mempersatukan dirinya dengan-Ku.”
18:56
sarva-karmāṇy api sadā kurvāṇo mad-vyapāśrayaḥ
mat-prasādād avāpnoti śāśvataṁ padam avyayam
“Demikian, seseorang yang berkarya dengan semangat manembah, dan sepenuhnya berserah-diri pada-Ku, mencapai Kesempurnaan Tertinggi yang Abadi dan tak termusnahkan, atas anugerah-Ku.”
18:57
cetasā sarva-karmāṇi mayi saṁnyasya mat-paraḥ
buddhi-yogam upāśritya mac-cittaḥ satataṁ bhava
“Serahkanlah segala perbuatanmu pada-Ku secara mental; berbaktilah pada-Ku sebagai Tujuan Tertinggi; lakonilah Buddhi Yoga untuk memilah yang tepat dari yang tidak; dan pusatkanlah segenap pikiran serta perasaanmu pada-Ku.”
18:58
mac-cittaḥ sarva-durgāṇi mat-prasādat tariṣyasi
atha cet tvam ahaṁkārān na śroṣyasi vinaṅkṣyasi
“Dengan segenap pikiran serta perasaanmu terpusatkan pada-Ku, kau akan melampaui segala kesulitan atas anugerah-Ku. Namun, jika terkendali oleh ego, kau tidak mendengarkan nasihat-Ku; maka niscayalah kau akan musnah berantakan.”
18:59
yad ahaṁkāram āśritya na yotsya iti manyase
mithyaiṣa vyavasāyas te prakṛtis tvāṁ niyokṣyati
“Berada di atas landasan ego, jika kau berpikir, ‘Tidak, aku tidak akan berperang’, maka pikiranmu itu salah. Sifat dasarmu (sebagai kesatria) akan mendorongmu untuk berperang.”
18:60
svabhāva-jena kaunteya nibaddhaḥ svena karmaṇā
kartuṁ necchasi yan mohāt kariṣyasy avaśo’pi tat
“Arjuna, apa yang tidak ingin kau lakukan karena keterikatan yang bodoh, ilusif; tetaplah akan kau lakukan juga atas dorongan sifatmu sendiri (sebagai kesatria), yang disebabkan oleh karma-mu (takdirmu, potensi dirimu sebagai kesatria, pun karena akibat akumulasi karma dari masa lalu, yang menyebabkanmu lahir dalam keluarga kesatria).”
18:61
īśvaraḥ sarva-bhūtānāṁ hṛd-deśe’rjuna tiṣṭhati
bhrāmayan sarva-bhūtāni yantrārūḍhāni māyayā
“Ketahuilah Arjuna, bahwa Īśvara – Penguasa Alam Semesta – bersemayam di hati (psikis) setiap makhluk. Dengan kekuatan Māyā-Nya (yang ilusif namun sakti), Ialah yang menggerakkan setiap makhluk secara mekanis.”
18:62
tam eva śaraṇaṁ gaccha sarva-bhāvena bhārata
tat-prasādāt parāṁ śāntiṁ sthānaṁ prāpsyasi śāśvatam
“Sebab itu Arjuna, berserahlah sepenuhnya pada Dia; karena dengan anugerah-Nya, kau dapat mencapai kedamaian sejati dan kesempurnaan abadi.”
18:63
iti te jñānam ākhyātaṁ guhyād guhyataraṁ mayā
vimṛśyaitad aśeṣeṇa yathecchasi tathā kuru
“Demikian, Kebijakan Tertinggi, Pengetahuan Sejati yang lebih dalam dari yang terdalam ini telah Ku-sampaikan padamu. Renungkan, dan selanjutnya bertindaklah sesuai dengan kehendakmu.”
18:64
sarva-guhyatamaṁ bhūyaḥ śṛṇu me paramaṁ vacaḥ
iṣṭo’si me dṛḍham iti tato vakṣyāmi te hitam
“Dengarkanlah sekali lagi kata-kata penuh makna tentang Kebenaran Terdalam nan Tertinggi ini; sungguh karena Aku sangat menyayangimu, maka nasihat-Ku ini pun demi kebaikanmu sendiri.”
18:65
man-manā bhava mad-bhakto mad-yājī māṁ namaskuru
mām evaiṣyasi satyaṁ te pratijāne priyo’si me
“Pusatkanlah segenap pikiran serta perasaanmu pada-Ku; berbaktilah pada-Ku dengan menundukkan kepala-egomu. Demikian, niscayalah engkau mencapai-Ku. Aku berjanji padamu, karena kau sungguh sangat Ku-sayangi.”
18:66
sarva-dharmān parityajya mām ekaṁ śaraṇaṁ vraja
ahaṁ tvām sarva-pāpebhyo mokṣyayiṣyāmi mā śucaḥ
“Serahkan segala kewajibanmu pada-Ku (Hyang Bersemayam dalam diri setiap makhluk), berlindunglah pada-Ku; dan akan Ku-bebaskan dirimu dari segala dosa-cela dan rasa takut yang muncul dari kekhawatiran akan perbuatan tercela. Jangan khawatir, janganlah bersusah-hati!”
18:67
idaṁ te nātapaskāya nābhaktāya kadācana
na cāśuśrūṣave vācyaṁ na ca māṁ yo’bhyasūyati
“Janganlah kau berbagi ajaran ini dengan mereka yang tidak tertarik untuk menjalani disiplin batin; tidak memiliki keinginan untuk berbakti pada sesuatu yang lebih tinggi; tidak memiliki semangat untuk melayani sesama dan enggan mendengarnya. Sebab, mereka hanyalah akan mencari-cari kesalahan (menghina Sang Aku; tidak percaya pada Jiwa sebagai hakikat diri).”
18:68
ya idaṁ paramaṁ guhyaṁ mad-bhakteṣv abhidhāsyati
bhaktiṁ mayi parāṁ kṛtvā mām evaiṣyaty asaṁśayaḥ
“Sebaliknya, ia yang berbagi ajaran ini dengan penuh kasih (dan sebagai ungkapan kasihnya pada-Ku), kepada para panembah yang memang sudah siap untuk menerimanya – niscayalah akan mencapai-Ku.”
18:69
na ca tasmān manuṣyeṣu kaścin me priya-kṛttamaḥ
bhavitā na ca me tasmād anyaḥ priyataro bhuvi
“Tiada seorang pun yang pelayanannya pada-Ku melebihi pelayanannya (yang dimaksud ialah seseorang yang berbagi ajaran mulia ini dengan penuh kasih kepada mereka yang memang siap untuk mendengarnya). Demikian pula, tiada seorang pun di seluruh dunia yang Ku-cintai lebih darinya.”
18:70
adhyeṣyate ca ya imaṁ dharmyaṁ saṁvādam āvayoḥ
jñāna-yajñena tenāham iṣṭaḥ syām iti me matiḥ
“Barang siapa mempelajari percakapan kita ini, sesungguhnya telah memuja-Ku lewat panembahan dalam bentuk Pengetahuan Sejati (Jñāna Yajña) – demikian keniscayaan-Ku.”
18:71
śraddhāvān anasūyaś ca śṛṇuyād api yo naraḥ
so’pi muktaḥ śubhāl lokān prāpnuyāt puṇya-karmaṇām
“Barang siapa mendengarkan ajaran ini dengan penuh keyakinan dan tanpa celaan; niscaya meraih kebebasan mutlak dan kebahagiaan sejati yang diraih para bijak yang berbuat mulia.”
18:72
kaccid etac chrutaṁ pārtha tvayaikāgreṇa cetasā
kaccid ajñāna-saṁmohaḥ praṇaṣṭas te dhanañjaya
“Wahai Arjuna, adakah kau mendengarkan ajaran-ajaran ini dengan penuh perhatian? Apakah kekacauan pikiranmu terlampaui sudah, Arjuna?”
18:73
arjuna uvāca
naṣṭo mohaḥ smṛtir labdhā tvat-prasādān mayācyuta
sthito’smi gata-sandehaḥ kariṣye vacanaṁ tava
Arjuna menjawab:
“Berkat anugerah-Mu, Kṛṣṇa, ilusi yang menyebabkan pikiranku mengacau telah sirna; telah kuraih pemahaman yang betul. Sekarang aku bebas dari segala keraguan dan kebimbangan. Aku siap untuk menjalani titah-Mu.”
18:74
sañjaya uvāca
ity ahaṁ vāsudevasya pārthasya ca mahātmanaḥ
saṁvādam imam aśrauṣam adbhutaṁ roma-harṣaṇam
Sañjaya menyampaikan:
“Demikian telah kudengarkan percakapan antara Kṛṣṇa dan Arjuna yang amat sangat menakjubkan hingga bulu romaku berdiri.”
18:75
vyāsa-prasādāc chrutavān etad guhyam ahaṁ param
yogaṁ yogeśvarāt kṛṣṇāt sākṣāt kathayataḥ svayam
“Dengan restu Bhagavān Vyāsa, telah kudengarkan ajaran Yoga yang tertinggi ini dari Kṛṣṇa sendiri – Sang Yogeśvara, Penguasa dan Maestro Yoga!”
18:76
rājan saṁsmṛtya saṁsmṛtya saṁvādam imam adbhutam
keśavārjunayoḥ puṇyaṁ hṛṣyāmi ca muhur muhuḥ
“Baginda Prabu, mengenang kembali percakapan suci antara Kṛṣṇa dan Arjuna, sungguh berbahagialah diriku.”
18:77
tac ca saṁsmṛtya saṁsmṛtya rūpam aty-adbhutaṁ hareḥ
vismayo me mahān rājan hṛṣyāmi ca punaḥ punaḥ
“Mengenang lagi wujud Kṛṣṇa, Wujud Hyang Sungguh Menakjubkan, rasa bahagiaku kian bertambah; sungguh tak terungkap lagi.”
18:78
yatra yogeśvaraḥ kṛṣṇo yatra pārtho dhanur-dharaḥ
tatra śrīr vijayo bhūtir dhruvā nītir matir mama
“Di mana ada Kṛṣṇa dan ada Arjuna, di sanalah adanya segala kemuliaan, kemenangan, kesejahteraan, dan kebajikan – demikianlah keyakinanku.”
Demikian berakhirlah Percakapan Kedelapanbelas Gita bab 18.
Sumber: https://bhagavadgita.or.id/