Bab 2: sloka: 21 – 25
2:21
vedāvināśinaṁ nityaṁ ya enam ajam avyayam
kathaṁ sa puruṣaḥ pārtha kaṁ ghātayati hanti kam
“Seseorang yang mengetahui hal ini; mengenali dirinya sebagai yang tak-termusnahkan, tak-terlahirkan, dan tidak pernah punah, bagaimana pula ia dapat terbunuh, Arjuna? Dan, bagaimana pula ia dapat membunuh?”
2:22
vāsāṁsi jīrṇāni yathā vihāya navāni gṛhṇāti naro’parāṇi
tathā śarīrāṇi vihāya jīrṇāny anyāni saṁyāti navāni dehī
“Sebagaimana setelah menanggalkan baju lama, seseorang memakai baju baru, demikian pula setelah meninggalkan badan lama, Jiwa yang menghidupinya, menemukan badan baru.”
2:23
nainaṁ chindanti śastrāṇi nainaṁ dahati pāvakaḥ
na cainaṁ kledayanty āpo na śoṣayati mārutaḥ
“Senjata tidak dapat membunuh Jiwa yang menghidupi badan. Api tidak dapat membakar-Nya; Air tidak dapat membasahi-Nya; dan, Angin tidak dapat mengeringkan-Nya.”
2:24
acchedyo’yam adāhyo’yam akledyo’śoṣya eva ca
nityaḥ sarva-gataḥ sthāṇur acalo’yaṁ sanātanaḥ
“(Jiwa) tidak dapat dilukai, dibakar, dibasahi ataupun dikeringkan. Ketahuilah bahwa Ia Abadi ada-nya; meliputi segalanya, tetap; tak-tergoyahkan, dan berada sejak awal mula.”
2:25
avyakto’yam acintyo’yam avikāryo’yam ucyate
tasmād evaṁ viditvainaṁ nānuśocitum arhasi
“Ia (Jiwa), disebut Tidak Berwujud, Tidak Nyata; Melampaui Pikiran dan Tak-Berubah. Dengan memahami hal ini, janganlah engkau bersedih-hati.”
Bab 2: sloka: 26 – 30
2:26
atha cainaṁ nitya-jātaṁ nityaṁ vā manyase mṛtam
tathāpi tvaṁ mahā-bāho naivaṁ śocitum arhasi
“Seandainya kau anggap Ia (Jiwa) berulang kali lahir dan mati, terus-menerus, tanpa henti, tetap juga, Arjuna, layaknya kau tidak menangisi-Nya.”
2:27
jātasya hi dhruvo mṛtyur dhruvaṁ janma mṛtasya ca
tasmād aparihārye’rthe na tvaṁ śocitum arhasi
“Bagi yang lahir, kematian adalah keniscayaan; bagi yang mati, kelahiran adalah keniscayaan. Sebab itu, janganlah bersedih hati, menangisi sesuatu yang sudah pasti terjadi.”
2:28
avyaktādīni bhūtāni vyakta-madhyāni bhārata
avyakta-nidhanāny eva tatra kā
paridevanā
“Wahai Arjuna, makhluk-makhluk hidup semua berawal dari yang tidak nyata – tidak berwujud; dan, berakhir pula dalam ketidaknyataan, tidak berwujud lagi. Hanyalah di masa pertengahan mereka menjadi nyata, berwujud. Sebab itu, apa yang mesti disesali?”
2:29
āścarya-vat paśyati kaścid enam āścarya-vad vadati tathaiva
cānyaḥ
āścarya-vac cainam anyaḥ śṛṇoti śrutvāpy enaṁ veda na caiva kaścit
“Ada yang terpesona oleh keajaiban Jiwa
sebagaimana dipahaminya; ada yang mengetahui keajaiban Jiwa; ada yang mendengar
dan terheran-heran.
Kendati demikian, setelah mendengar tentangnya, ia tetap saja
tidak memahaminya.”
2:30
dehī nityam avadhyo’yaṁ dehe sarvasya bhārata
tasmāt sarvāṇi bhūtāni na tvaṁ śocitum arhasi
“Dia – Jiwa yang menghidupi badan sekian makhluk adalah Tak-Termusnahkan untuk selamanya. Sebab itu, Arjuna, kau tidak perlu berduka untuk siapapun juga.”
Bab 2: sloka: 31 – 35
2:31
sva-dharmam api cāvekṣya na vikampitum arhasi
dharmyād dhi yuddhāc chreyo’nyat
kṣatriyasya na vidyate
“(Dengan menyadari hakikat dirimu sebagai Jiwa;) dengan menyadari tugasmu, kewajibanmu sebagai seorang kesatria, janganlah engkau gentar menghadapi pertempuran, tantangan di depan mata. Sungguh, bagi seorang kesatria tiadalah sesuatu yang lebih mulia dari pertempuran demi penegakan kebajikan dan keadilan.”
2:32
yadṛcchayā copapannaṁ svarga-dvāram apāvṛtam
sukhinaḥ kṣatriyāḥ pārtha labhante
yuddham īdṛśam
“Betapa beruntungnya para kesatria yang mendapatkan kesempatan untuk bertempur demi menegakkan Kebajikan dan Keadilan, baginya, Arjuna, seolah gerbang surga terbuka lebar!”
2:33
atha cet tvam imaṁ dhārmyaṁ saṅgrāmaṁ na kariṣyasi
tataḥ sva-dharmaṁ kīrtiṁ ca hitvā pāpam
avāpsyasi
“Apabila kau tidak bertempur demi Kebajikan dan Keadilan; apabila kau menghindari kewajiban yang mulia ini, maka hanyalah celaan yang akan kau peroleh.”
2:34
akīrtiṁ cāpi bhūtāni kathayiṣyanti te’vyayām
saṁbhāvitasya cākīrtir
maraṇād atiricyate
“Sepanjang masa semua orang akan mengenang perbuatanmu yang tercela. Dan, bagi seorang terhormat, cercaan seperti itu sungguh lebih berat dari kematian sekalipun.”
2:35
bhayād raṇād uparataṁ maṁsyante tvāṁ mahā-rathāḥ
yeṣāṁ ca tvaṁ bahu-mato bhūtvā
yāsyasi lāghavam
“Para Kesatria Agung akan menyimpulkan bahwa kau tidak bertempur karena takut. Mereka yang selama ini menghormatimu, akan berbalik mencelamu, meremehkanmu.”
Bab 2: sloka: 36 – 40
2:36
avācya-vādāṁś ca bahūn vadiṣyanti tavāhitāḥ
nindantas tava sāmarthyaṁ tato duḥkhataraṁ nu kim
“Apalagi mereka yang berlawanan denganmu. Mereka akan mencelamu, dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan. Mereka akan menertawakan kelemahanmu. Penderitaan apa yang lebih menyakitkan?”
2:37
hato vā prāpsyasi svargaṁ jitvā vā bhokṣyase mahīm
tasmād uttiṣṭha kaunteya yuddhāya kṛta-niścayaḥ
“Jika terbunuh dalam perang demi kebajikan ini, kau akan mendapatkan tempat yang layak di surga, di alam setelah kematian. Dan, apabila kau menang, kau akan menikmati kekuasaan dunia. Sebab itu, Arjuna, bangkitlah, tetapkanlah hatimu untuk berperang demi kebenaran!”
2:38
sukha-duḥkhe same kṛtvā lābhālābhau jayājayau
tato yuddhāya yujyasva naivaṁ pāpam avāpsyasi
“Dengan menganggap sama suka dan duka, keberhasilan dan kegagalan,kemenangan dan kekalahan, bertempurlah! Demikian kau akan bebas dari segala dosa-kekhilafan yang dapat terjadi dalam menjalankan tugasmu.”
2:39
eṣā te’bhihitā sāṁkhye buddhir yoge tv imāṁ śṛṇu
buddhyā yukto yayā pārtha
karma-bandhaṁ prahāsyasi
“Apa yang telah kau dengarkan ini adalah kebijaksanaan, ajaran luhur dari sudut pandang Sāṁkhya, yaitu Buddhi Yoga, pandangan berdasarkan pertimbangan dan analisis yang matang. Sekarang, dengarkan ajaran dari sudut pandang Karma Yoga. Jika kau berketetapan hati untuk menerima dan menjalaninya, maka kau dapat berkarya secara bebas tanpa kekhawatiran; dan, bebas pula dari rasa takut akan dosa-kekhilafan. Demikian, tiada lagi akibat karma atau perbuatan, yang dapat membelenggumu.”
2:40
nehābhikrama-nāśo’sti pratyavāyo na vidyate
sv-alpam apy asya dharmasya
trāyate mahato bhayāt
“Berkarya demikian, tiada upaya yang tersia-sia; pun tiada tantangan yang tidak teratasi. Dengan menjalankan dharma, berkarya dengan tujuan luhur; niscayalah seseorang terbebaskan dari rasa takut, khawatir, dan cemas.”