Bab 2: sloka: 41 – 45
2:41
vyavasāyātmikā buddhir ekeha kuru-nandana
bahu-śākhā hy anantāś ca
buddhayo’vyavasāyinām
“Wahai Arjuna, mereka yang paham dan teguh dalam keyakinannya, senantiasa berkarya dengan kesadaran – dengan menggunakan Buddhiatau Inteligensia. Sementara itu, mereka yang tidak paham, tidak pula memiliki keyakinan, karena pikiran mereka masih bercabang.”
2:42
yām imāṁ puṣpitāṁ vācaṁ pravadanty avipaścitaḥ
veda-vāda-ratāḥ pārtha nānyad astīti
vādinaḥ
“Bagi mereka yang dungu, wahai Arjuna, apa yang tersurat dalam Veda – kitab-kitab suci – adalah segalanya.”
2:43
kāmātmānaḥ svarga-parā janma-karma-phala-pradām
kriyā-viśeṣa-bahulāṁ bhogaiśvarya-gatiṁ prati
“Mereka, para dungu itu – penuh dengan berbagai keinginan duniawi;tujuan mereka hanyalah kenikmatan surga; atau kelahiran kembali di dunia-benda – untuk itulah mereka berkarya. Bermacam-macam ritus, upacara yang mereka lakukan, pun semata untuk meraih kenikmatan indrawi, dan kekuasaan duniawi.”
2:44
bhogaiśvarya-prasaktānāṁ tayāpahṛta-cetasām
vyavasāyātmikā buddhiḥ samādhau na vidhīyate
“Mereka, para dungu, yang terikat pada kenikmatan indrawi dan kekuasaan duniawi; terbawa oleh janji-janji tentang surga dan sebagainya; sebab itu mereka tidak bisa meraih kesadaran-diri, yang dapat mengantar pada samādhi, keseimbangan, pencerahan.”
2:45
trai-guṇya-viṣayā vedā nistrai-guṇyo bhavārjuna
nirdvandvo nitya-satva-stho
niryoga-kṣema ātmavān
“Veda, kitab-kitab suci bicara tentang tiga sifat utama alam benda.Lampauilah ketiga sifat itu, wahai Arjuna. Bebaskan dirimu dari perangkap dan pengaruh dualitas yang tercipta dari ketiga sifat itu. Berpegang teguhlah pada Kebenaran Hakiki tentang Jiwa; bebas dari pikiran-pikiran yang mengejar kenikmatan serta kekuasaan, beradalah senantiasa dalam Kesadaran Jiwa.”
Bab 2: sloka: 46 – 50
2:46
yāvān artha udapāne sarvataḥ samplutodake
tāvān sarveṣu vedeṣu brāhmaṇasya vijānataḥ
“Bagi seorang bijak yang telah meraih Kesadaran Hakiki tentang dirinya,pengetahuan dari Veda – kitab-kitab suci – ibarat kolam di daerah yang berlimpah air, tidak akan pernah kekurangan air.”
2:47
karmaṇy evādhikāras te mā phaleṣu kadācana
mā karma-phala-hetur bhūr mā te
saṅgo’stv akarmaṇi
“Kau berhak atas, atau hanyalah dapat mengendalikan karyamu, perbuatanmu, apa yang kau lakukan; kau tidak dapat mengendalikan hasil dari karyamu, perbuatanmu. Sebab itu, janganlah menjadikan hasil sebagai tujuanmu berkarya; janganlah menjadikan hasil sebagai pendorong atau motivasi untuk berkarya, untuk berbuat sesuatu. Namun, jangan pula berdiam diri dan tidak berkarya.”
2:48
yoga-sthaḥ kuru karmāṇi saṅgaṁ tyaktvā dhanañjaya
siddhy-asiddhyoḥ samo bhūtvā samatvaṁ yoga ucyate
“Berkaryalah dengan Kesadaran Jiwa – kemanunggalan diri dengan semesta – wahai Arjuna. Berkaryalah tanpa keterikatan pada hasil, tanpa memikirkan keberhasilan maupun kegagalan. Keseimbangan diri seperti itulah yang disebut Yoga.”
2:49
dūreṇa hy avaraṁ karma buddhi-yogād dhanañjaya
buddhau śaraṇam anviccha kṛpaṇāḥ phala-hetavaḥ
“Wahai Arjuna, berkarya tanpa Kesadaran Yoga, tanpa keseimbangan diri, tidak berarti banyak. Sebab itu, hiduplah dengan penuh kesadaran.Berlindunglah pada kesadaran diri. Sungguh sangat menyedihkan keadaan mereka yang berkarya tanpa kesadaran, tanpa keseimbangan diri, dan semata untuk meraih hasil cepat dari segala perbuatannya.”
2:50
buddhi-yukto jahātīha ubhe sukṛta-duṣkṛte
tasmād yogāya yujyasva yogaḥ karmasu kauśalam
“Ia yang telah meraih kesadaran, ia yang hidup berkesadaran dalam keseimbangan diri, sesungguhnya telah terbebaskan dari konsekuensi baik-buruk atas segala perbuatannya di dunia ini. Sebab itu, lakonilahYoga. Yoga adalah yang membuat seorang pelaku menjadi terampil dan efisien, dalam segala pekerjaannya.”
Bab 2: sloka: 51 – 55
2:51
karma-jaṁ buddhi-yuktā hi phalaṁ tyaktvā manīṣiṇaḥ
janma-bandha-vinirmuktāḥ padaṁ gacchhanty anāmayam
“Para bijak yang berkesadaran demikian (Yoga; seimbang, terampil) tidak lagi terikat pada hasil perbuatannya. Bebas dari kelahiran ulang, mereka terbebaskan pula dari segala derita (di dunia, maupun di alam setelah kematian).”
2:52
yadā te moha-kalilaṁ buddhir vyatitariṣyati
tadā gantāsi nirvedaṁ śrotavyasya śrutasya
ca
“Ketika kesadaran telah melampaui awan tebal kebingungan yang bersifat ilusif, maka kau menjadi tawar, tidak lagi peduli pada segala apa yang pernah, dan akan kau dengarkan (sebab, semuanya itu hanyalah pengetahuan belaka. Sementara, kesadaran adalah pengalaman pribadi).”
2:53
śruti-vipratipannā te yadā sthāsyati niścalā
samādhāv acalā buddhis tadā
yogam avāpsyasi
“Kukuh dan teguh dalam Kesadaran Meditatif, ketika kau telah meraih keseimbangan-diri, yang tak-tergoyahkan oleh sesuatu apa pun; maka kau tidak lagi membutuhkan berbagai macam ritus, upacara dan sebagainya. Saat itu, kau telah mencapai kesempurnaan dalam Yoga, kau telah menemukan jati-dirimu (sebagai Jiwa).”
2:54
arjuna uvāca sthita-prajñasya kā bhāṣā samādhi-sthasya keśava
sthita-dhīḥ kiṁ prabhāṣeta kim āsīta vrajeta kim
Arjuna bertanya:
“Wahai Kṛṣṇa, bagaimanakah menjelaskan seseorang yang sudah teguh dalam kesadarannya; tak tergoyahkan, dan senantiasa berada dalam keadaan meditatif dan keseimbangan diri? Bagaimanakah ia berbicara dan bertindak dalam keseharian hidupnya?”
2:55
śrī-bhagavān uvāca prajahāti yadā kāmān sarvān pārtha mano-gatān
ātmany evātmanā tuṣṭaḥ sthita-prajñas tadocyate
Śrī Bhagavān (Kṛṣṇa Hyang Maha Berkah) bersabda:
“Wahai Arjuna, ia yang telah berhasil melampaui semua keinginan yang muncul dari gugusan pikiran serta perasaan; dan puas diri, puas dengan dirinya sendiri, adalah seorang Sthitaprajña – seorang bijak yang teguh, tak tergoyahkan lagi.”
Bab 2: sloka: 56 – 60
2:56
duḥkheṣv anudvigna-manāḥ sukheṣu vigata-spṛhaḥ
vīta-rāga-bhaya-krodhaḥ sthita-dhīr munir
ucyate
“Ia, yang pikirannya tak terganggu saat mengalami kemalangan; ia yang tidak lagi mengejar kenikmatan indra, jasmani; ia yang sudah bebas dari hawa-nafsu, rasa takut, dan amarah; ia yang senantiasa berada dalam kesadaran meditatif, seimbang dalam suka dan duka – disebut seorangmuni, seorang bijak yang telah mencapai ketenangan diri, ketenteraman batin.”
2:57
yaḥ sarvatrānabhisnehas tat tat prāpya śubhāśubham
nābhinandati na dveṣṭi tasya prajñā pratiṣṭhitā
“Di mana pun dan dalam keadaan apa pun – ia tidak terikat dengan sesuatu. Ia tidak terjebak dalam dualitas menyenangkan dan tidak menyenangkan. Ia tidak tersanjung (ketika dipuji), pun tidak gusar (ketika dicaci); Kesadaran Jiwanya sungguh tak tergoyahkan lagi.”
2:58
yadā saṁharate cāyaṁ kūrmo’ṅgānīva sarvaśaḥ
indriyāṇīndriyārthebhyas tasya
prajñā pratiṣṭhitā
“Ia yang dapat menarik dirinya, indranya, dari objek-objek di luar diri, sebagaimana seekor penyu menarik anggota badannya ke dalam cangkangnya, sesungguhnya sudah tak tergoyahkan lagi kesadarannya.”
2:59
viṣayā vinivartante
nirāhārasya dehinaḥ
rasa-varjaṁ raso’py asya paraṁ dṛṣṭvā nivartate
“(Demikian, dengan menarik diri dari objek-objek di luar), seseorang dapat memisahkan dirinya dari pemicu-pemicu di luar diri yang senantiasa menggoda. Kendati demikian, ‘rasa’ dari apa yang pernah dialami sebelumnya, bisa jadi masih tersisa (dan, sewaktu-waktu bisa menimbulkan keinginan untuk mengulangi pengalaman sebelumnya).Namun, ketika ia berhadapan dengan Hyang Agung, meraih kesadaran diri, menyadari Hakikat-Dirinya sebagai Jiwa, maka rasa yang tersisa itu pun sirna seketika.”
2:60
yatato hy api Kaunteya puruṣasya vipaścitaḥ
indriyāṇi pramāthīni haranti prasabhaṁ manaḥ
“Wahai Arjuna, indra yang terangsang, menjadi liar, bergejolak, dan bahkan dapat menghanyutkan gugusan pikiran dan perasaan (mind) para bijak yang sedang berupaya meraih kesadaran diri atau pencerahan…”