Bab 2: sloka: 61 – 65
2:61
tāni sarvāṇi saṁyamya yukta āsīta
mat-paraḥ
vaśe hi yasyendriyāṇi tasya prajñā pratiṣṭhitā
“Setelah mengendalikan seluruh indra, hendaknya seorang bijak yang ingin menemukan jati dirinya, memusatkan seluruh kesadarannya pada-Ku, demikian kesadarannya tak akan tergoyahkan.”
2:62
dhyāyato viṣayān puṁsaḥ saṅgas teṣūpajāyate
saṅgāt sañjāyate kāmaḥ kāmāt
krodho’bhijāyate
“Dalam diri seseorang yang senantiasa memikirkan objek-objek pemikat indra – timbullah ketertarikan dan keterikatan pada objek-objek di luar itu. Dari ketertarikan dan keterikatan, timbul keinginan untuk memilikinya. Dan, dari keinginan, timbullah amarah (ketika keinginan tidak terpenuhi).”
2:63
krodhād bhavati saṁmohaḥ saṁmohāt smṛti-vibhramaḥ
smṛti-bhraṁśād buddhi-nāśo
buddhi-nāśāt praṇaśyati
“Amarah membingungkan, pandangan dan pikiran seseorang menjadi berkabut; dalam keadaan bingung, terlupakanlah segala nilai-nilai luhur, dan lenyap pula kemampuan untuk memilah antara yang tepat dan yang tidak tepat, sesuatu yang mulia dan sesuatu yang sekadar menyenangkan. Demikian, seseorang tersesatkan oleh ulahnya sendiri.”
2:64
rāga-dveṣa-vimuktais tu viṣayān indriyaiś caran
ātma-vaśyair vidheyātmā prasādam
adhigacchati
“Seseorang yang bebas dari ketertarikan dan ketaktertarikan, suka dan tak-suka; kendati berada di tengah objek-objek duniawi penggoda indra, tetaplah dapat mengendalikan dirinya. Demikian, dengan pengendalian diri, ia meraih ketenangan, ketenteraman batin.”
2:65
prasāde sarva-duḥkhānāṁ hānir asyopajāyate
prasanna-cetaso hy āśu buddhiḥ paryavatiṣṭhate
“Dalam keadaan tenang, tenteram – berakhirlah segala duka, segala derita. Ketika gugusan pikiran dan perasaan tenang, buddhi atau inteligensia berkembang, maka tercapailah kesempurnaan dankebahagiaan dalam hidup berkesadaran.”
Bab 2: sloka: 66 – 70
2:66
nāsti buddhir ayuktasya na cāyuktasya bhāvanā
na cābhāvayataḥ śāntir aśāntasya kutaḥ sukham
“Tiada buddhi, tiada inteligensia dalam diri yang tak terkendali, tiada pula keseimbangan diri serta kesadaran; dan tanpa keseimbangan, tanpa kesadaran, tiada kedamaian, ketenangan, ketenteraman. Lalu, bagaimana pula meraih kebahagiaan sejati tanpa kedamaian?”
2:67
indriyāṇāṁ hi
caratāṁ yan mano’nuvidhīyate
tad asya harati prajñāṁ vāyur nāvam ivāmbhasi
“Ketika gugusan pikiran serta perasaan terbawa oleh indra, dan berada di bawah kendalinya; maka sirnalah akal-sehat, segala kebijaksanaan serta kesadaran. Persis seperti perahu yang hanyut terbawa angin kencang.”
2:68
tasmād yasya mahā-bāho nigṛhītāni sarvaśaḥ
indriyāṇīndriyārthebhyas tasya
prajñā pratiṣṭhitā
“Sebab itu, Arjuna, seseorang yang telah berhasil mengendalikan indranya dan menarik mereka dari objek-objek duniawi yang dapat memikat dan mengikatnya – sudah teguh adanya, sudah tak tergoyahkan lagi.”
2:69
yā niśā sarva-bhūtānāṁ tasyāṁ jāgarti saṁyamī
yasyāṁ jāgrati bhūtāni sā
niśā paśyato muneḥ
“Malam bagi makhluk-makhluk yang belum menyadari jati-dirinya, adalah saat para bijak yang sadar akan jati-dirinya, berada dalam keadaan jaga. Dan siang bagi makhluk-makhluk yang belum menyadari diri, adalah malam bagi para bijak.”
2:70
āpūryamāṇam acala-pratiṣṭhaṁ samudram āpaḥ praviśanti yadvat
tadvat kāmā yaṁ praviśanti sarve sa
śāntim āpnoti na kāma-kāmī
“Sebagaimana laut tidak terpengaruh oleh air sungai dan hujan yang memasukinya – ia tetap tenang; pun demikian dengan seorang bijak, ia tidak terganggu oleh keinginan-keinginan yang muncul di dalam dirinya.Maka, ia mencapai kedamaian, ketenangan sejati. Namun, tidaklah demikian keadaan seseorang yang tidak bijak, dan terpengaruh oleh keinginan-keinginannya.”
Bab 2: sloka: 71 – 72
2:71
vihāya kāmān yaḥ sarvān pumāṁś carati niḥspṛhaḥ
nirmamo nirahaṅkāraḥ sa śāntim
adhigacchati
“Seorang bijak yang tidak lagi terpengaruh, tidak lagi tergoda oleh berbagai keinginan; bebas dari hawa-nafsu dan tidak mengejar, mendambakan, atau mengharapkan sesuatu; tidak pula terjebak dalam rasa kepemilikan dan ke-‘aku’-an ilusif – meraih kedamaian sejati.”
2:72
eṣā brāhmī sthitiḥ pārtha naināṁ prāpya vimuhyati
sthitvāsyām anta-kāle’pi
brahma-nirvāṇam ṛcchati
“Wahai Arjuna, inilah tingkat kemuliaan tertinggi, inilah Kesadaran Brahman yang suci; setelah berada dalam kesadaran ini, seseorang tidak pernah bingung lagi. Tetap berada dalam kesadaran ini saat ajal tiba – ia mencapai Kebahagiaan Sejati, Kasunyatan Abadi atau Brahmanirvāṇa.”
Demikian berakhirlah Percakapan Kedua | Bhagawad Gita Bab 2
Sumber; https://bhagavadgita.or.id